Betapa tidak, lanjut dia, awal drama proyek energi ini bermula ketika Jokowi bertolak dari Jakarta dan menuju Aceh untuk meresmikan Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas atau PLTMG sebesar 184 MW. Di mana, menurut Ferdinand, proyek tersebut merupakan upaya melengkapi sistem kelistrikan Aceh yang pada awalnya baru mendapat pasokan energi sekitar 162 MW dari total kebutuhan 337 MW pada saat beban puncak.
"Bersyukurlah rakyat aceh dan harus berterimakasih kepada negara yang mana saat proyek ini dimulai presidennya masih Soesilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2013," kata Ferdinand pada TeropongSenayan di Jakarta, Senin 6 Juni 2016.
Sayangnya, ujar Ferdinand, presiden saat meresmikan proyek ini tidak menyinggung bahwa proyek tersebut dimulai dan dirancang masa pendahulunya yaitu SBY.
"Tentu bagi saya ini adalah lelucon yang tidak lucu karena presiden berupaya menghilangkan jejak proyek infrastruktur energi tersebut supaya seolah-olah itu prestasi besar rejim ini, meski presiden hanya melakukan seremoni gunting pita. Belum lagi kehadiran Rini Soemarno dalam perjalanan tersebut menjadi lelucon tersendiri karena bagi kami tidak jelas urgensi dan relevansinya Rini yang mentri BUMN ada disana," sindir dia.
"Bukankah mentri BUMN itu tupoksinya pembinaan BUMN dan bukan masalah teknis operasional pembangkit listrik?. Biarlah Jokowi dan Rini yang tahu urgensi dan relevansinya apa," sambung dia.
Lepas dari Aceh, terang dia, presiden kemudian melanjutkan perjalanannya ke Kalimantan untuk Ground Breaking Mobile Power Plant (MPP) di Mempawah untuk menambah pasokan listrik bagi Kalimantan yang selama ini mengimport daya dari Malasya sekitar 50 MW.
Selain Ground Breaking MPP, lanjut dia, Jokowi juga mengunjungi PLTU Mempawah yang didengungkan secara keras oleh Presiden Jokowi sebagai proyek mangkrak 7 tahun pada pemerintahan pendahulunya presiden SBY.
Menyikapi hal tersebut, kata dia, Jokowi bahkan sesumbar memerintahkan PLN untuk mengoperasikan PLTU tersebut pada bulan September 2016.
"Harapan kami semoga PLN benar bisa operasikan PLTU itu September mendatang supaya titah presiden tidak sekedar menyenangkan sesaat telinga rakyat," tandas dia.
Namun, kata dia, Yang menarik adalah dua standar berbeda di Aceh dan Mempawah.
"PLTMG Aceh yang sukses beroperasi tidak menyebut terimakasih pada pendahulunya, tapi di Mempawah Jokowi terkesan ingin permalukan pendahulunya dengan menyebut proyek mangkrak 7 tahun. Mungkin ini terkait pertempuran opini jelang 2019 yang memang sudah mulai panas di tahun kedua pemerintahan Jokowi," ungkap dia.
"Hingga saat ini kami mencoba mengerti kenapa Jokowi harus sedikit lebay dengan berulang-ulang mengunjungi yang katanya proyek mangkrak seperti Hambalang, PLTU di Jateng dan PLTU Mempawah ini.
Adakah Jokowi sedang memainkan peran dalam pertempuran dengan SBY untuk 2019? Hanya Jokowi dan Tuhan yang tahu dan mungkin pembisiknya juga tahu.
"Namun terlepas dari sisi politik itu, kami melihat justru saat ini bukan waktunya bicara proyek mangkrak masa lalu, karena justru saat ini lebih berbahaya dari proyek mangkrak yaitu Negara yang mangkrak. Kami tidak melihat pemerintah ini punya program jelas memimpin negara ini, kami tidak melihat bahwa pemerintah punya solusi atas masalah bangsa yang ada, kami tidak melihat bangsa ini menuju arah yang benar menuju perbaikan. Intinya kesimpulan bagi kami negara sedang mangkrak. Pendapatan negara tidak tercapai, hutang makin menumpuk, pemerintahan lebih besar pasak dari tiang, sungguh negara yang sedang mangkrak saat ini bukan lagi proyek yang mangkrak," tegas dia.
[portalpiyungan.com]
0 komentar:
Post a Comment